Santa Elizabeth dari Hungaria

St. Elizabeth dari Hungaria

Pada tanggal 17 November Gereja memperingati seorang kudus luar biasa, yaitu Santa Elisabet dari Hungaria. Bagi keluarga Fransiskan, hari ini adalah sebuah Pesta, satu tingkat lebih tinggi daripada peringatan. Khususnya bagi kehidupan para anggota Ordo Franciscanus Saecularis (OFS), orang kudus ini seharusnya mempunyai tempat yang lebih istimewa lagi, karena bersama Santo Ludovikus IX (Raja Louis IX; 1274-1297), Elisabet adalah orang-orang kudus pelindung Ordo Ketiga sekular Santo Fransiskus. Kalau Santo Ludovikus IX adalah seorang raja, maka Santa Elisabet adalah seorang puteri raja dan istri seorang pangeran.

Dalam hidupnya yang relatif pendek, Elisabet mewujudkan cinta kasihnya yang besar kepada orang-orang miskin dan menderita, sehingga oleh Paus Leo XII dia dijadikan orang kudus pelindung bagi karya amal Gereja Katolik yang dilakukan oleh para perempuan. Sebagai seorang puteri raja, Elisabet memilih hidup pertobatan dan asketisme, meskipun sebenarnya dengan mudah dia dapat menikmati kehidupan santai dan mewah. Pilihan hidupnya ini membuat Santa Elisabet dicintai oleh rakyat biasa di seluruh Eropa.

Ayah Elisabet adalah Raja Andreas II dari Hungaria dan ibunya adalah Gertrude dari Andechs-Meran. Dalam rangka aliansi politik, sejak kecil Elisabet sudah direncanakan untuk dikawinkan dengan Ludwig, putera tertua Pangeran Herman dari Thuringia dan Hesse (sekarang di negeri Jerman). Pada waktu berumur 4 (empat) tahun, Elisabet sudah dibawa ke kastil Wartburg dekat Eisenach guna dipersiapkan sebagai istri Pangeran Ludwig kelak. Pada masa remajanya Elisabet dikatakan memiliki tubuh yang sempurna, menarik; cara-caranya menampilkan diri serius tapi sederhana; tutur katanya halus; tekun dalam doa dan selalu dipenuhi kebaikan dan cintakasih ilahi. Namun demikian, Elisabet tidak diterima oleh saudara-saudari Ludwig. Pembawaan Elisabet yang rendah hati dan tidak mau menonjol mengganggu seorang saudari Ludwig yang bernama Agnes, yang mengatakan bahwa Elisabet hanya pantas menjadi seorang pelayan rumah tangga. Cemoohan dari Agnes menular kepada gadis-gadis lain dalam istana yang sering mengejek dan menghina Elisabet secara terbuka. Demikian pula dengan para pegawai istana yang secara terbuka mengatakan bahwa Elisabet sedikit pun tidak menyerupai seorang puteri raja.

Menjelang usia perkawinannya, kehidupan doa Elisabet mengakibatkan bertambahnya penghinaan dan penderitaan atas dirinya. Segenap warga istana menolak perkawinannya dengan Ludwig. Sophia, ibu Ludwig, malah mencoba membujuki agar Elisabet mau masuk biara saja. Sophia menghendaki agar puteranya menikahi seorang puteri bangsawan, kaya, memiliki banyak koneksi dan membawakan diri sungguh-sungguh seperti seorang puteri raja. Meskipun semua menolak Elisabet, tidak demikian halnya dengan Ludwig sendiri.

Pada waktu Pangeran Herman wafat, Ludwig baru berusia 16 tahun. Lima tahun kemudian Ludwig mengumumkan untuk mengawini Elisabet. Setelah genap berusia 21 tahun dan Elisabet 14 tahun, menikahlah mereka. Misa Kudus perkawinan dihadiri oleh banyak orang dari kalangan bangsawan. Perayaan pesta perkawinan berlangsung selama tiga hari dengan beraneka macam acara.

Selama hidupnya sebagai suami Elisabet dan menerima banyak kritikan, Ludwig tetap membela dan menyetujui karya karitatif Elisabet dan juga hidup kerohaniannya. Malah cintanya kepada Elisabet kian bertumbuh hari demi hari. Dua insan itu menjadi suami-istri yang sungguh ideal dan dianugerahi tiga orang anak. Putera sulung yang bernama Herman lahir di tahun 1222 dan meninggal pada waktu berusia 19 tahun. Yang kedua bernama Sophia, menjadi Tuan Puteri (Duchess) Brabant, meninggal dunia pada waktu berusia 60 tahun. Yang ketiga adalah Gertrude yang menjadi Abes di Biara Altenburg dan kini dihormati dalam Gereja Katolik sebagai seorang beata.

Pada tahun 1221 di dekat Gerejanya, di kota Eisenach, Elisabet mendirikan sebuah biara yang diperuntukkan bagi para Saudara Dina (Ordo I Fransiskan). Dalam kontaknya dengan para Fransiskan inilah Elisabet mendengar tentang Fransiskus dari Assisi yang pada waktu itu masih hidup. Dia juga mendengar tentang keberadaan Ordo Ketiga, sebuah organisasi untuk kaum awam yang pada waktu itu sudah merebak ke mana-mana, baik di Italia maupun di luar Italia. Elisabet melihat manfaatnya bagi seorang Kristiani menjadi Ordo Ketiga itu. Kemudian dengan rendah hati dia mohon izin dari Ludwig untuk menjadi anggota Ordo Ketiga. Dikatakan oleh para penulis bahwa Elisabet merupakan orang pertama yang menjadi anggota Ordo Ketiga di Jerman. Fransiskus sempat juga mendengar tentang keanggotaan Elisabet di dalam Ordo Ketiga, dan Fransiskus berbicara baik tentang dia.

Seperti telah dikatakan di atas, Ludwig tidak pernah menghalang-halangi karya karitatif istrinya, kehidupannya yang sederhana maupun kehidupan rohaninya yang dipenuhi jam-jam doa yang panjang. Pada tahun 1225 tanah Jerman dilanda kelaparan. Elisabet, lewat karya karitatifnya hampir menghabiskan persediaan bahan makanan yang ada dalam rumah-tangga istana selagi suaminya berpergian ke tempat lain, semuanya demi orang-orang miskin. Para pejabat rumah-tangga kerajaan mengeluh kepada Pangeran Ludwig mengenai kemurahan hati Elisabet kepada orang-orang miskin ini. Beginilah tanggapan Ludwig: “Untuk karya karitatifnya, semua itu akan membawa kepada kita suatu berkat ilahi. Kita tidak akan berkekurangan selama kita memperkenankan dia menolong orang-orang miskin seperti yang dilakukannya.”

Ada cerita yang Saudara-saudari mungkin pernah dengar tentang Santa Elisabet ini. Pada suatu hari Elisabet sedang bergegas untuk melaksanakan karya karitatifnya. Ludwig mendekati dia dan menanyakan apa yang disembunyikan di balik rok kerjanya. Elisabet membuka rok kerjanya, maka terlihatalah bunga-bunga mawar yang indah, padahal yang dibawanya tadi adalah roti. Sungguh sebuah keajaiban.

Karena kastil Wartburg dibangun di atas batu karang yang terjal, maka orang-orang cacat dan lemah tidak mampu mencapainya. Bagi orang-orang kecil dan susah inilah Elisabet mendirikan sebuah rumah sakit di kaki bukit karang itu. Di sanalah dia sering memberi makan orang miskin dengan tangannya sendiri; membersihkan serta merapihkan tempat tidur mereka dan menemani mereka di musim panas yang tidak nyaman. Elisabet mendirikan sebuah rumah sakit lagi yang dapat menampung 28 orang. Dia juga memberi makan 900 orang di pintu gerbang istananya, disamping tak terhitung jumlahnya yang tersebar di berbagai tempat lain di negerinya. Karya amal-kasih Elisabet juga tidak sembarangan dapat dikatakan penghamburan atau pemborosan, karena Elisabet tidak akan mentolerir terjadinya pengangguran di kalangan orang miskin yang masih dapat bekerja. Dia akan memperkerjakan mereka pada tugas-tugas yang cocok dengan kekuatan mereka masing-masing.

Pangeran Ludwig dari Thuringia ikut Perang Salib Kelima. Pada Hari Raya Santo Yohanes Pembaptis di tahun 1227 dia berpisah dengan Elisabet dan bergabung dengan Kaisar Frederick II di Apulia. Pada tanggal 11 September tahun yang sama, Ludwig wafat karena terserang wabah sampar di Otranto. Kabar mengenai kematian Ludwig baru sampai ke Jerman di bulan Oktober, pada saat Elisabet baru saja melahirkan anaknya yang ketiga (Gertrude; puterinya yang kedua). Berita kematian Ludwig sungguh mengejutkan Elisabet. Setelah itu kehidupan Elisabet dan ketiga anaknya merupakan kisah yang penuh penderitaan tanpa henti. Dihina, dinista, difitnah oleh keluarga sang suami, kemudian mereka diusir (dengan dua orang pelayan) dari istana, pada musim dingin yang luar biasa membeku. Di kota Eisenach yang sering menikmat kayra amal-kasih dari Elisabet sudah ada pengumuman yang dibuat oleh Henry Raspe (iparnya) yang mengatakan bahwa barangsiapa membantu Elisabet dan anak-anaknya akan mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan. Semua penduduk Eisenach mentaati perintah itu, kecuali seorang pemilik kedai minuman yang menyediakan pondok sederhana tempat dia biasa menyimpan alat-alat dapur dan babi-babinya.

Diceritakan bahwa pada situasi sangat sulit seperti itu, Elisabet pernah berdoa seperti berikut ini: “Ya Tuhan, terjadilah kehendak-Mu. Kemarin saya adalah seorang puteri bangsawan dengan kastil-kastil yang kuat-kokoh dan daerah kekuasaan yang kaya, sekarang saya seorang pengemis dan tidak seorang pun memberikan kepadaku asilum.”

Elisabet dan keluarganya sungguh jatuh ke dalam kemiskinan yang mutlak. Anak-anaknya yang masih kecil-kecil menangis sambil menggigil karena kedinginan dan kelaparan. Dia yang pernah memberi makan kepada ribuan orang sekarang harus mengemis-ngemis makanan bagi anak-anak dan pelayannya. Elisabet menumpang pada bibinya, yaitu Matilda, Abes dari biara di Kitzingen. Lalu dia mengunjungi pamannya, Uskup Eckembert dari Bamberg, yang meminjamkan kastilnya di Pottenstein kepada Elisabet. Setelah menitipkan puterinya (Sophia) kepada para biarawati di Kitzingen, Elisabet membawa Herman dan sang bayi (Gertrude) ke kastil pamannya. Uskup Eckembert menganjurkan agar Elisabet lagi, tetapi dia menolak dan mengatakan bahwa dirinya dan Ludwig sudah saling berjanji untuk tidak menikah lagi.

Pada awal tahun 1228 kerangka jenazah Ludwig dibawa pulang dan dikuburkan di Gereja Reinhardsbrunn yang memang dipilih oleh Ludwig sebagai tempat makamnya. Atas dorongan para bangsawan diadakanlah rekonsiliasi antara keluarga Ludwig dengan Elisabet. Henry, sang ipar, mohon ampun kepada Elisabet yang kemudian memang mengampuni iparnya itu sambil memeluknya. Hubungan keluarga dan tentunya keadaan keuangan yang agak membaik tidak membuat Elisabet lepas dari salib yang harus dipanggulnya. Kali ini adalah gosip-gosip bahwa Elisabet ‘ada main’ dengan Pembimbing Rohaninya, yaitu Magister Konrad (seorang Fransiskan).

Elisabet hidup secara sangat sederhana dan terus bekerja menolong kaum miskin. Dalam keadaan sakit pun dia masih mencoba untuk melakukan pekerjaan seperti merajut. Setelah hanya diam dua tahun lamanya di Marburg kesehatan Elisabet menurun secara drastis. Dia bertemu dengan Saudari Maut (badani) pada malam hari tanggal 17 November 1231 pada usia menjelang 24 tahun. Untuk tiga hari lamanya jenazah Elisabet disemayamkan di kapel rumah penampungan tempat dia berkarya. Di sana dia dimakamkan dan banyak mukjizat terjadi lewat syafaatnya. Magister Konrad mulai mengumpulkan bahan-bahan untuk pertimbangan kanonisasi Elisabet, namun tak sempat menyaksikan kanonisasinya karena dia pun kemudian berjumpa dengan Saudari Maut (badani).

Antara lain karena begitu banyak mukjizat yang terjadi di makamnya, Elisabet dikanonisasikan pada tahun 1235 oleh Paus Gregorius IX. Relikuinya dibawa ke Gereja Santa Elisabet di Marburg yang dibangun oleh Konrad, iparnya. Pemindahan relikui ini disaksikan oleh Kaisar Frederick II.

Share:

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn