20 Tahun Paroki Palur

Catatan 20 Tahun Paroki Palur

Tinggal dalam Kristus, Semakin Beriman, Semakin Bersaudara, dan Semakin Berbuah dalam Kesaksian

Dalam sebuah pepatah sederhana tertulis “setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya”. Banyak orang datang dan pergi, namun paroki ini masih berdiri. Tidak terasa, di tahun 2024 ini, Paroki Santa Maria Diangkat ke Surga Palur (selanjutnya disingkat Paroki Palur), genap berusia 20 tahun. Sejak diresmikan sebagai paroki pada tanggal 26 September 2004 oleh Uskup Agung Semarang saat itu, Mgr. Ignatius Suharyo, tercatat sudah ada beberapa imam yang tinggal dan melayani umat di paroki ini, yaitu sebagai berikut

Romo Paroki Palur dari masa ke masa
Romo Paroki Palur dari masa ke masa
  1. Romo Stephanus Koko Puji Wahyulistiono, Pr (Romo Koko), dari tahun 2004-2008.
  2. Romo Bernardus Irawan Heryuwono, Pr (Romo Irawan), dari tahun 2008-2009.
  3. Romo Venantius Mujiana Karta Sudarma, Pr (Romo Karta), dari tahun 2009-2012.
  4. Romo Fransiskus Assisi Suntara, Pr (Romo Suntara), dari tahun 2012-2018.
  5. Romo Markus Widiyoko, Pr (Romo Kokok), dari tahun 2018-2022.
  6. Romo Yohanes Suwarno Sunu Siswoyo, Pr (Romo Sunu), dari tahun 2022-sekarang.

Catatan tentang Paroki Palur tidak melulu hanya tentang para imam yang sudah pernah berkarya maupun sedang berkarya melayani umat di paroki ini. Catatan tentang Paroki Palur sebenarnya membentang sejak akhir dekade 70-an dan awal dekade 80-an, bersamaan dengan dibangunnya sebuah kawasan bernama Perumnas Palur, di pinggiran Kota Surakarta. Seiring dengan dibangunnya kawasan ini, penduduknya sebagian besar merupakan warga yang sebelumnya tinggal di kawasan Surakarta. Dari para warga baru tersebut, sebagian besar merupakan keluarga pegawai pemerintah, mulai dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang sekarang lebih populer dengan istilah ASN (Aparatur Sipil Negara), maupun keluarga para prajurit yang tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang sekarang dikenal dengan nama TNI/Polri. Sebagian lainnya terdiri dari pegawai swasta, maupun mereka yang berwirausaha.

Perlu dipahami pula, dalam konteks masa tersebut, Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Suharto sedang “jaya-jayanya”. Slogan Stabilitas Nasional saat itu dikumandangkan untuk memperkuat persatuan, alih-alih untuk mengurangi gesekan yang bisa ditimbulkan karena adanya perbedaan atau pluralitas. Padahal sejak awal dibentuknya negara ini, penduduknya sudah sangat beragam, mulai dari suku, bahasa, budaya, dan yang lainnya. Pemerintah saat itu paham benar dengan situasi ini, maka ketika membangun sebuah kawasan pemukiman baru, dibangun pula tempat-tempat ibadah, yang biasanya ditempatkan berdekatan, agar lebih terpusat, sekaligus mudah dipantau dan diawasi. Itulah sebabnya, bangunan gereja Paroki Palur saat ini berdekatan lokasinya dengan gereja Kristen Protestan, maupun masjid.

Ibu-ibu paroki memulai jalan sehat kegiatan HUT ke-20 Paroki Palur
Ibu-ibu paroki memulai jalan sehat kegiatan HUT ke-20 Paroki Palur

Sebagai sebuah komunitas Katolik yang baru bertumbuh, umat di Palur saat itu berada dalam reksa pastoral Paroki Santa Maria Regina Purbowardayan. Bangunan gereja (yang saat itu bernama Gereja Santa Maria) sudah menjadi jujugan umat untuk berkegiatan. Dari pengalaman ini, terjadi kolaborasi dan sinergi yang baik antara umat dengan para imam dan suster yang ditugaskan di kawasan ini. Ketika tidak ada imam yang tinggal menetap di Palur, ada para suster dari konggregasi Carolus Boromeus (CB), tinggal menetap untuk menemani umat (dulu susteran CB berada di daerah Wahyu Utomo).

Ketika tenaga pastoral dari Paroki Purbowardayan dirasa terbatas untuk melayani umat di Palur, umat berinisiatif untuk mengajak para imam Jesuit dari Kolese Santo Mikael Surakarta. Kerjasama yang saling melengkapi ini berjalan baik dalam waktu yang lama. Ketika bangunan gereja lama (Gereja Santa Maria) dirobohkan untuk diganti bangunan gereja yang baru (Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga), para suster CB dan para imam Jesuit juga masih membantu para imam diosesan (praja), melayani dan mendampingi umat dengan sepenuh hati. Para imam dari Purbowardayan dan Kolese Mikael mendampingi dalam pelayanan sakramen, sedang para suster mendampingi umat dalam pelayanan non sakramen seperti sekolah minggu hingga persiapan inisiasi. Dari pengalaman di masa tersebut, dirasakan bahwa para imam, suster, dan umat awam bahu-membahu dalam merawat umat di Palur.

Piala Gumregah 2023
Piala Gumregah 2023

Pelayanan para imam Jesuit dan para suster CB ini berakhir di tahun 2002. Saat itu status Palur ditingkatkan dari Stasi Paroki Purbowardayan menjadi Paroki Administratif Palur. Saat itu pula oleh Mgr. Ignatius Suharyo, Romo Koko ditugaskan untuk tinggal menetap di Palur. Walaupun pada awalnya terasa berat, namun hal ini menjadi berkah terselubung (blessing in disguise) bagi umat Palur. Dengan demikian kesempatan umat awam untuk terlibat semakin besar, dalam melayani umat di berbagai hal. Mulai dari prodiakon, katekis, pendamping sekolah minggu, bahkan hingga tata altar.

Semenjak diresmikan sebagai paroki mandiri pada tahun 2004, Paroki Palur saat ini terdiri dari 7 wilayah dan 17 lingkungan, serta umat sekitar 1.500 jiwa. Dengan area yang tidak luas (hanya sekitar 4 kilometer persegi) dan jumlah umat yang relatif tidak banyak, mestinya menjadi kekuatan bagi paroki ini untuk semakin mengoptimalkan pelayanan kepada umatnya. Di tahun 2024, ketika paroki ini genap berusia 20 tahun, panitia HUT Paroki mengambil tema “Tinggal dalam Kristus, Semakin Beriman, Semakin Bersaudara, dan Semakin Berbuah dalam Kesaksian”.

Logo 20 tahun Paroki Palur
Logo 20 tahun Paroki Palur

Tema HUT Paroki Palur ke 20 ini tentu berangkat dari Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Agung Semarang tahun 2021-2025 yang berjudul “Tinggal dalam Kristus dan Berbuah”. Frasa “Tinggal dalam Kristus” menjadi dasar, bahwa agar mampu tumbuh dan berbuah, umat harus senantiasa bertaut kepada Kristus sebagai pokok. Aspek-aspek lain seperti beriman, bersaudara, dan kesaksian, menjadi aspek-aspek yang perlu perhatian, sehingga perlu diupayakan untuk terus dirawat  dan digarap lebih serius lagi.  Dan kata semakin memberikan sebuah penegasan sekaligus harapan bahwa pada akhirnya situasi ini dapat diwujudkan dalam kehidupan berparoki di Paroki Palur.  Maka kegiatan-kegiatan yang sudah disiapkan, dan disusun oleh Panitia HUT Paroki ke 20, (mulai dari kerja bhakti, lomba catur, jalan sehat, parade petugas liturgi, tata altar,  rekoleksi keluarga, dan yang lainnya..) selalu mengarah kepada tema yang dipilih. Sehingga slogan Umat Palur yang nyedulur tidak hanya menjadi sebuah ungkapan tanpa makna.

Maka mari kita resapkan, endapkan, dan renungkan. Bahwa paroki yang kita cintai ini sudah berusia 20 tahun. Arti 20 tahun ini tentu tergantung dari pemaknaan iman kita masing-masing. Jika iman kita melempem, lembek, dan hanya menempatkan diri kita sebagai objek (pasif), maka semuanya hanya akan lenyap dan tidak berarti apa-apa. Namun jika kita mau memperjuangkan, membangun, merancang, kreatif, membuktikan, dan menempatkan diri kita sebagai subjek (aktif), jangankan 20 tahun, pelayanan yang kita upayakan akan tercatat abadi sebagai teladan. For a ministry, there is no journey’s end.

Selamat ulang tahun ke 20 Paroki Santa Maria Diangkat ke Surga Palur. Di usia ke 20 ini, semoga Paroki Palur dan umatnya miliki kesadaran baru untuk tinggal dalam Kristus, semakin beriman, semakin bersaudara, dan semakin berbuah dalam kesaksian.

Catatan ini akan ditutup dengan sebuah refleksi dalam bentuk puisi.

Untuk mengerti arti 1 detik, bertanyalah kepada seseorang yang selamat dari kecelakaan.

Untuk mengerti arti 1 menit, bertanyalah kepada seseorang yang ketinggalan kereta api.

Untuk mengerti arti 1 jam, bertanyalah kepada pelajar yang sedang mengerjakan ujian.

Untuk mengerti arti 1 hari, bertanyalah kepada seorang buruh harian, yang harus memberi makan istri dan anak-anaknya.

Untuk mengerti arti 1 bulan, bertanyalah kepada seorang ibu yang melahirkan bayinya secara prematur.

Untuk mengerti arti 1 tahun, bertanyalah kepada seorang siswa yang tidak naik kelas.

Untuk mengerti arti 5 tahun, bertanyalah kepada seorang calon legislatif yang tidak terpilih.

Untuk mengerti arti 10 tahun, bertanyalah kepada Pak SBY dan Pak Jokowi yang menjadi presiden selama 2 periode.

Dan pada akhirnya, untuk mengerti arti 20 tahun, bertanyalah kepada umat Paroki Palur yang semakin nyedulur.

Dirgahayu Paroki Palur

Salam dan Doa,

Alexander Arief R

Dokumentasi:
Komsos Paroki Palur

Share:

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn