Terima Kasih Romo Seto – Dalam Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Agung Semarang 2021-2025, ditawarkan lima fokus bidang garapan, yaitu : Kekatolikan, Kerasulan, Kebangsaan, Kerjasama dan Sinergi, dan Profesionalitas. Dalam konteks bidang garapan kebangsaan, kita sebagai umat Katolik diajak untuk senantiasa berbangga menjadi bagian dari Bangsa Indonesia sekaligus Warga Negara Indonesia. Salah satu hal yang semestinya kita banggakan adalah bahwa kita memiliki Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, seperti yang pernah diikrarkan para pemuda dalam peristiwa Sumpah Pemuda di tahun 1928. Dengan memiliki Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kita tidak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan saudara-saudari di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahasa Indonesia sendiri merupakan bahasa nasional dan bahasa resmi di seluruh wilayah Indonesia. Akar Bahasa Indonesia baku adalah Bahasa Melayu Riau (selanjutnya disingkat sebagai Bahasa Melayu). Bahasa Melayu ini juga digunakan di negara-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Namun ada perbedaan mendasar antara Bahasa Indonesia dengan bahasa yang digunakan di negara-negara tetangga kita. Perbedaan yang terlihat jelas adalah kosakata serapan yang digunakan. Kosakata serapan biasanya banyak diambil dari kosakata bahasa asing yang lama tinggal di daerah tersebut, maupun kosakata bahasa daerah di sekitarnya. Jika bahasa di Malaysia banyak menggunakan kosakata serapan dari Bahasa Inggris maupun bahasa di daerah Sumatra, Bahasa Indonesia banyak menggunakan kosakata serapan dari Bahasa Belanda maupun bahasa di daerah Jawa (dan sebagian Sumatra).
Sampai saat ini, kosakata serapan dalam Bahasa Indonesia paling banyak diambil dari Bahasa Belanda. Dalam buku Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1995), kosakata serapan dari Bahasa Belanda menempati jumlah terbanyak yaitu sejumlah 3.280 kata, disusul Bahasa Arab sejumlah 1.495 kata, dan Bahasa Inggris sejumlah 1.610 kata. Di luar bahasa-bahasa tersebut, masih ada pula kosakata serapan dari Bahasa Sansekerta, Tionghoa, maupun bahasa-bahasa daerah lain di Indonesia.
Pengaruh Bahasa Belanda di dalam tata peribadatan kita pun masih terasa. Sampai saat ini, masih banyak kata-kata serapan dari Bahasa Belanda yang digunakan dalam tata peribadatan kita, seperti : katolik (katholiek), pastor (pastoor), misdinar (misdienaar), hosti (hostie), dan masih banyak lagi.
Hadirnya Romo Seto di Paroki Palur
Romo Mateus Seto Dwiadityo Pr (selanjutnya disingkat sebagai Romo Seto), hadir di Paroki Santa Maria Diangkat ke Surga Palur (selanjutnya disingkat menjadi Paroki Palur) pada hari Jumat Kliwon, 16 September 2022, tidak berselang lama dengan hadirnya Romo Yohanes Suwarna Sunu Siswoyo Pr (selanjutnya disingkat sebagai Romo Sunu), yang hadir di Palur sebagai Romo Paroki pada hari Minggu Legi, 28 Agustus 2022. Romo Seto yang saat itu datang sebagai Frater Seto, datang ke Paroki Palur setelah menyelesaikan semua pendidikan akademis sebagai calon imam Keuskupan Agung Semarang. Praktis, kehadiran sosok Frater Seto (saat itu) di Paroki Palur relatif lebih rileks karena tidak terbebani lagi dengan beban-beban kuliah, sehingga kehadirannya di Paroki Palur memberikan kesempatan untuk menimba pengalaman berpastoral, sekaligus berinteraksi dengan umat. Dengan wilayah Paroki Palur yang tidak luas memberikan kesempatan sekaligus pengawasan yang lebih optimal bagi Frater Seto.
Walaupun kehadiran Frater Seto sempat dijeda pada hari Minggu Wage, 8 Januari 2023 untuk persiapan tahbisan Diakon, pada akhirnya saat tahbisan Diakon yang dilaksanakan pada hari Rabu Legi, 25 Januari 2023, Frater Seto diutus kembali untuk menjalani masa Diakonat di Paroki Palur. Kehadirannya kembali ke Paroki Palur membawa beberapa perubahan. Salah satu perubahan yang dirasakan adalah umat mulai meninggalkan kebiasaan lama menyapa sebagai “Frater Seto”, dan menggantinya menjadi “Romo Seto”. Selain itu, Romo Seto juga diberi kepercayaan oleh Romo Sunu untuk mendampingi 2 bidang dalam kepengurusan Dewan Pastoral Paroki 2023-2025, yaitu Bidang Pewartaan dan Evangelisasi serta Bidang Penelitian dan Pengembangan. Beberapa perubahan lain yang cukup tampak dan bisa dirasakan antara lain adalah semakin gumregahnya para orang muda dan Komsos Paroki. Selain itu keberadaan Romo Seto dalam berbagai kegiatan dan dinamika di Paroki Palur juga membawa suasana kedisiplinan dalam berbagai kesempatan gladi kotor maupun gladi bersih petugas liturgi. Dengan modal pengalaman sebagai Sub Pamong di Seminari Santo Petrus Canisius Mertoyudan tahun 2018-2019, Romo Seto mampu mendisiplinkan umat di Paroki Palur bagaikan sosok Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono dengan metode “tangan besi tetapi bersarung tangan sutera”.
Memang tidak dipungkiri, dalam berdinamika bersama umat di Paroki Palur, bukan berarti tanpa hambatan dan mulus-mulus saja. Dalam beberapa kesempatan, tentu muncul gesekan maupun perbedaan pendapat. Namun dengan mengupayakan komunikasi yang baik (meskipun terkadang harus beradu argumen), dan menempatkan kepentingan umat sebagai subjek yang harus dilayani, ketika Romo Seto pamitan di Gereja Palur sebelum menjalani persiapan tahbisan Imamat, pada Sabtu Legi dan Minggu Pahing, 29 dan 30 Juli 2023, kepergiannya diiringi dengan tangisan (termasuk tangisan Romo Seto yang menangisi dirinya sendiri hehehe…) dan lagu dari Koes Plus yang berjudul “Andaikan Kau Datang.”
Lihat Juga:
Peta Paroki dan Pembagian Wilayah paroki Palur
Memaknai Tahbisan Imamat
Beberapa waktu sebelum tahbisan Imamat yang akan dilaksanakan pada Selasa Pon 15 Agustus 2023, Romo Seto dan 6 rekan lainnya yang akan ditahbiskan menjadi Imam menjalani retret di Giri Sonta. Sepulang retret, mereka bertujuh membawa oleh-oleh berupa logo tahbisan dan motto tahbisan mereka. Untuk maknanya dapat dibaca di referensi bacaan yang saya tuliskan di akhir tulisan ini. Bagi saya yang menarik di sini adalah sesanti atau motto tahbisannya. Mereka bertujuh memilih motto “Gratis Accepitis, Gratis Date”. Motto ini diambil dari Matius 10:8. Jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, maknanya kurang lebih adalah “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma”.
Motto ini menjadi menarik bagi saya karena diawali dengan kata “gratis”, yang lumrah dikenal dalam Bahasa Indonesia, termasuk dalam beberapa istilah seperti : ngamen gratis, parkir gratis, dan sekolah gratis. Kita semua tahu, bahwa arti gratis yang paling sederhana adalah “tanpa bayar”. Tetapi tidak banyak yang tahu bahwa kata gratis ternyata merupakan kata serapan. Sejauh yang saya tahu, kata gratis diserap dari Bahasa Belanda yang memang berarti “tanpa bayar”. Kata dalam Bahasa Melayu (ataupun dalam Bahasa Indonesia) untuk kata gratis ini sebenarnya ada 2, yaitu : percuma atau cuma-cuma. Maka kalau kita pernah mendengarkan maupun menyanyikan lagu anak-anak berjudul Naik Kereta Api karya Ibu Sud, tertulis lirik “bolehlah naik dengan percuma”, yang artinya “bolehlah naik dengan gratis”. Namun dalam perkembangannya, kata “percuma” ini mengalami peyorasi atau pergeseran makna menjadi lebih rendah dari makna sebelumnya. Kata “percuma” bergeser maknanya menjadi “sia-sia” ataupun “tidak ada hasilnya”. Maka dalam Bahasa Indonesia, kata yang lebih sering digunakan adalah cuma-cuma sebagai sinonim gratis yang diserap dari Bahasa Belanda.
Selanjutnya, saya juga baru mengerti jika kata gratis juga berasal dari Bahasa Latin. Hal ini wajar, karena hampir semua bahasa-bahasa di Eropa menginduk pada Bahasa Latin (maka jika kita mempelajari Bahasa Latin, kita akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa di Eropa). Namun yang menarik bagi saya adalah, kata gratis dalam Bahasa Latin berasal dari kata “gratia” yang berarti berkah, anugerah, maupun terima kasih.
Baca Juga:
Umat Palur- Nyedulur
Maka, motto tahbisan Imamat ini pancen sudah sesuai dengan refleksi yang dituliskan oleh Romo Seto, bahwa tahbisan adalah anugerah dari Allah. Walaupun sempat menyebut diri sebagai bagian dari “sisa-sisa Israel”, namun dengan membuka diri pada Tuhan, akhirnya dapat memaknai rahmat tahbisan dengan rasa syukur. Tidak perlu merasa minder meskipun sempat muncul ungkapan sebagai sisa-sisa. Seperti dituliskan dalam refleksi Romo Seto dengan mengutip dari Nabi Yesaya “Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku.” (Yes 55:8)
Penutup
Menutup tulisan kali ini, sebagai bagian dari Umat Palur yang dikenal karena nyedulur, Umat Palur tentu bersyukur sekaligus berterima kasih, atas kehadiran dan kebersamaan bersama Romo Seto selama hampir satu tahun ini. Terima kasih karena boleh berdinamika bersama hingga Romo Seto ditahbiskan sebagai Imam dalam Gereja Katolik di Keuskupan Agung Semarang ini. Beberapa alasan yang bisa saya kemukakan antara lain sebagai berikut :
- Tahbisan Imamat Romo Seto dan kawan-kawan dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus, yang oleh Gereja Katolik universal dirayakan sebagai Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, yang juga menjadi pelindung Paroki Palur.
- Walaupun bukan putra asli Paroki Palur, tahbisan Imamat yang diterima Romo Seto boleh menjadi salah satu hadiah bagi Paroki Palur yang akan merayakan ulang tahunnya ke 19 pada tanggal 26 September 2023.
- Semoga dengan rahmat tahbisan Imamat yang diterima Romo Seto, mampu menginspirasi orang-orang muda di Paroki Palur untuk menumbuhkan dan menanggapi panggilan sebagai imam dalam Gereja Katolik.
- Dengan tahbisan Imamat Romo Seto, sebagai kebanggaan keluarga Bapak dan Ibu Suminto, tidak akan mengubah ataupun membatalkan status maupun kodratnya sebagai anak ragil. Sehingga meskipun boleh disapa sebagai Romo Seto, namun tidak tepat jika disapa “Kak Seto”….hehehe…
Pada akhirnya, bagi Romo Seto, selamat menjalankan tugas perutusan di Paroki Katedral alias Paroki KAS 1. Semoga pelayanan yang dibagikan dengan cuma-cuma tidak menghasilkan buah yang percuma. Semoga pelayanan yang gratis tidak menghasilkan kualitas yang gratisan. Salam, Doa, dan Berkah Dalem.
Referensi bacaan :
Alberthiene Endah (2012), Sang Burung Biru, Jakarta : Gramedia
Keuskupan Agung Semarang (2021), Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang VIII (2021-2025), https://kas.or.id/promulgasi-arah-dasar-keuskupan-agung-semarang-2021-2025/
Makna Logo Tahbisan Imamat Romo Mateus Seto Dwiadityo Pr (2023), Makna Logo Tahbisan 2023, https://dev-romoseto.pantheonsite.io/makna-logo-tahbisan-2023/
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995), Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia
Refleksi Tahbisan Imamat Romo Mateus Seto Dwiadityo Pr (2023), Semua Baik, https://dev-romoseto.pantheonsite.io/semua-baik/
Oleh:
Alexander Arief Rahardian
Lingkungan Antonius,
Wakil ketua Dewan Paroki St. Maria Diangkat Ke Surga – Palur 2023-2025
Guru SMK Kolese St. Mikael Surakarta
Dokumentasi:
Tim Pelayanan Komsos Paroki Palur