Pertemuan 5 : Merayakan Iman
Jika di pertemuan keempat kemarin, kehadiran peserta rekoleksi sempat mengalami penurunan, di pertemuan kelima ini ada peningkatan. Jika di pertemuan yang lalu, jumlah keluarga yang hadir hanya 27, di pertemuan ini jumlahnya meningkat menjadi 34. Topik pertemuan kelima dalam rekoleksi ini adalah “Merayakan Iman”, dan sebagai narasumber adalah Bapak Heribertus Erwan Sucahyo, atau yang biasa disapa Pak Erwan. Pak Erwan bukanlah tokoh yang asing bagi umat di Paroki Palur, karena memang tinggal di paroki ini. Selain itu, sosoknya juga dikenal sebagai Ketua Lingkungan Santo Aloysius Gonzaga, Ketua Wilayah Santo Paulus, dan koordinator ketua-ketua wilayah, dalam kepengurusan Dewan Pastoral Paroki Palur tahun 2023 – 2025.
Setelah dibuka dengan doa pembuka, MC dalam kegiatan rekoleksi ini, Bapak Roga, langsung bertindak sat set dhas dhes dengan mengundang perwakilan umat dari setiap wilayah untuk mengadakan ice breaking dalam bentuk merangkai kata (untung bukan merangkai puisi atau mencipta lagu…). Sebuah hal yang tidak mudah bagi perwakilan peserta, karena menurut grup band Jamrud dalam lagu “Pelangi di Matamu” ada ungkapan “mungkin butuh kursus merangkai kata, untuk bicara”
Selanjutnya Pak Erwan membuka dengan pengantar sekaligus review penugasan minggu lalu, yaitu tentang perbincangan dalam keluarga, mengidentifikasi kegiatan-kegiatan menggereja yang sudah dilakukan anggota keluarga, dan menemukan makna apa dari identifikasi kegiatan-kegiatan tersebut bagi setiap keluarga. Dan mengikuti pola-pola seperti biasa. Pembelajaran dilakukan dengan saling belajar dalam kelompok melalui sharing pengalaman yang diperoleh oleh setiap keluarga beserta pemaknaannya.
Sesudah pembelajaran di dalam kelompok dirasa cukup, maka kegiatan selanjutnya adalah sharing dengan menunjuk 2 orang untuk maju ke depan. Syaratnya sederhana, mereka yang maju adalah yang selama ini menjadi silent readers atau belum pernah maju membagikan pengalamannya. Perwakilan pertama adalah Bapak Anan dari Lingkungan Margaretha. Dengan badannya yang “padat berisi”, Bapak Anan membagikan pengalaman-pengalaman yang dialami. Walaupun diakui bahwa keterlibatan dalam kehidupan menggereja belum optimal, namun ada harapan, bahwa suatu saat nanti ada putranya yang terpanggil menjadi imam, dan melayani umat dalam Gereja Katolik. Perwakilan kedua adalah Ibu Ratih dari lingkungan Agatha. Ibu Ratih menyampaikan bahwa selama ini, yang terlibat aktif dalam kegiatan menggereja adalah suaminya (dengan berbagai alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang sudah diputuskan bersama dalam keluarga. Ibu Ratih juga membagikan bahwa dalam pertemuan ini beliau belajar dari rekan sekelompoknya, untuk bisa ikut terlibat dalam hidup menggereja bersama keluarga.
Selanjutnya, barulah Bapak Erwan mengisi materi dalam pertemuan kelima ini. beberapa poin penting dalam materi yang disampaikan Bapak Erwan adalah bahwa perayaan iman, merupakan suatu bentuk tanggapan atau respon akan tanda dan sarana keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada kita. Maka itu, Gereja Katolik mengenal Sakramen-Sakramen Gereja, yang merupakan tanda dan sarana kehadiran Allah. Karena itu, setiap sakramen pasti memiliki tanda sakramental. Dari 7 sakramen yang ada, pada intinya mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghadirkan kasih Allah yang senantiasa menyelamatkan. Sehingga, setiap orang yang sudah menerima sakramen harus mampu menjadi tanda dan sarana kehadiran Allah.
Dari ketujuh sakramen tersebut, yang menjadi sakramen utama tentu adalah Sakramen Ekaristi. Ekaristi menjadi kenangan akan Kristus yang mempersembahkan hidupnya kepada para umatnya, dan disimbolkan dengan wujud roti dan anggur. Simbol-simbol seringkali diperlukan, karena keterbatasan indera kita untuk memahami misteri karya keselamatan Allah. Selain itu simbol-simbol dibutuhkan dalam komunikasi manusia, karena bersifat universal sehingga memudahkan manusia menangkap pesan. Untuk itu simbol-simbol juga digunakan agar iman semakin kuat, dan semakin diwujudkan dalam bentuk keterlibatan di kegiatan-kegiatan lain dalam tingkat lingkungan, paroki, maupun dalam masyarakat.
Ekaristi sendiri merupakan cara khusus yang ditetapkan Gereja Katolik untuk merayakan iman yang ditetapkan Yesus. Selain itu ajaran Gereja Katolik juga dapat diselaraskan dengan nilai-nilai budaya lokal, sehingga dapat diterima dengan mudah oleh komunitas yang baru. Sebagai contoh, Bapak Erwan menyampaikan bagaimana konsep tradisi Jawa manunggaling kawula-Gusti, ternyata sangat tepat ketika seseorang menyambut komuni dalam perayaan Ekaristi.
Maka sebagai anggota Gereja, berarti kita semua dipanggil untuk terlibat (dan tidak diam saja menjadi penonton…), sebagai konsekuensi Sakramen Baptis yang sudah diterima. Salah satu ciri khas Gereja Katolik adalah adanya Sakramen Rekonsiliasi atau Sakramen Tobat. Kondisi berdosa yang merupakan situasi tidak harmonisnya hubungan antara Tuhan dan Manusia, dapat dipulihkan. Gereja Katolik memberikan kesempatan ini dengan wewenang para rasul sebagai dasar biblisnya. Bahwa dalam Alkitab, Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk dapat mengampuni dosa. Maka dalam Sakramen Rekonsiliasi, para imam sebagai penerus para rasul diberi kuasa atas nama Allah dan Gereja untuk mengampuni dosa seseorang. Para imam bertindak tidak atas kuasa pribadi mereka, melainkan atas nama Allah dan Gereja.
Dengan berbagai kekayaan iman yang dimiliki oleh Gereja Katolik. Sudah semestinya iman juga perlu dirayakan. Dengan perayaan iman, kita semakin disadarkan bahwa kita semua diajak untuk terlibat aktif dalam karya keselamatan Allah di dunia.
Pertemuan kelima ini ditutup dengan joged bersama, dan dengan doa penutup oleh Bapak Dwi. Masih ada 2 pertemuan lagi untuk saling belajar dan semakin terlibat dalam karya keselamatan Allah dengan merawat iman keluarga-keluarga.
Kesimpulan pertemuan kelima ini adalah “Perayaan selalu berangkat dari kenangan. Maka Merayakan Iman berarti mengenangkan Kristus yang menyelamatkan…”
Penulis : Alexander Arief R