Pertemuan 6 : Tuhan Jadikanlah Aku Pembawa Damai
Pertemuan keenam dalam rangkaian kegiatan Rekoleksi Keluarga Merawat Iman mengambil tema “Tuhan Jadikanlah Aku Pembawa Damai”. Tema yang diambil dari doa yang dipopulerkan oleh Santo Fransiskus Asisi ini menjadi fondasi bagaimana keluarga-keluarga, khususnya peserta rekoleksi, agar mampu menjadi pembawa damai, dimulai dari keluarga. Kehadiran peserta kali ini mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan, dibandikan pertemuan sebelumnya, yakni 35 keluarga (dari sebelumnya 34 keluarga). Sedangkan untuk narasumber kali ini adalah Gus Minging D Setiawan, M.B.A, seorang psikolog, businessman, dan sekaligus anggota dari Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta.
Pertemuan keenam kali ini dibuka oleh Bapak Roga selaku MC andalan dalam kegiatan ini dengan menyapa peserta yang hadir. Dalam sapaannya, Bapak Roga menanyakan bagaimana suasana hati peserta rekoleksi, apakah hatinya senang? Selanjutnya doa pembuka dipimpin oleh Ibu Susi, dilanjutkan dengan pengantar dar Bapak Alexander Arief. Dalam pengantar, selain menyampaikan review penugasan minggu lalu, sebagai bahan diskusi dalam kelompok, Bapak Alex juga mencoba mengaitkan antara suasana hati yang senang dengan menjadi pembawa damai. Untuk menjadi pembawa damai, mesti dimulai dengan hati yang senang, meski seringkali situasinya seperti petikan lagu Koes Plus, yaitu “hati senang walaupun tak punya uang…”. Sebelum masuk di dalam kelompok, Bapak Roga juga “menitipkan pesan” agar doa Santo Fransiskus Asisi ini juga didoakan sebelum diskusi kelompok dimulai. Pertemuan kali ini tidak disertai dengan ice breaking dengan tujuan supaya alokasi waktu yang ada dapat dioptimalkan untuk interaksi antara peserta bersama narasumber.
Diskusi dalam kelompok yang membahas penugasan pertemuan sebelumnya, mengajak seluruh peserta untuk berjumpa dengan pengalaman mengunjungi orang-orang sakit dan lansia. Jika dimungkinkan, peserta rekoleksi dapat nebeng bersama prodiakon yang setiap minggu tentu rutin mengirimkan komuni kepada mereka yang sakit, maupun kepada para lansia, yang dengan segala keterbatasannya tidak bisa mengikuti perayaan Ekaristi di Gereja. Namun jika situasinya tidak memungkinkan, kunjungan juga dapat dilakukan oleh keluarga-keluarga secara mandiri. Kunjungan ini juga tidak melulu ditujukan kepada mereka yang beragama Katolik. Kunjungan kepada umat lain juga diperbolehkan, karena yang ingin dibagikan adalah buah-buah rohani setelah mengadakan kunjungan tersebut.
Dari diskusi dalam kelompok, para peserta membagikan pengalaman masing-masing. Ada yang mengunjungi tetangga yang berbeda agama. Ada yang mengunjungi saudara. Ada yang mengunjungi rekan kerja, dan masih banyak pengalaman dan cerita lainnya. Pada intinya, para peserta rekoleksi merasa bersyukur, karena kesempatan ini dapat memberikan penghiburan kepada mereka yang sedang membutuhkan. Dan dari beberapa pengalaman kunjungan yang dibagikan, mereka tidak pernah ditolak ketika akan mengunjungi saudara-saudari yang sakit maupun lansia. Dalam kunjungan tersebut juga saling mendoakan, walaupun dengan tatacara keyakinan masing-masing. Beberapa orang sakit yang dikunjungi mengalami perubahan cara pandang. Dari sebelumnya putus asa menjadi melihat semua peristiwa dengan rasa ikhlas. Begitu juga para lansia. Jika sebelumnya mereka merasa tidak berguna dan tidak tersapa, dengan dikunjungi mereka mendapatkan penghiburan dan merasakan bahwa kehidupan mereka sungguh berarti.
Setelah diskusi dalam kelompok berakhir, 2 orang perwakilan peserta membagikan pengalaman mereka. Perwakilan pertama adalah keluarga Bapak Alex dari Lingkungan Sisilia. Dalam pengalaman yang dibagikan, keluarga ini sudah melakukan kunjungan baik kepada orang sakit dan lansia. Ketika mengunjungi orang sakit, meskipun awalnya disertai rasa pekewuh karena yang mengunjungi adalah rombongan 1 keluarga, namun pada akhirnya kedua belah pihak, baik yang mengunjungi maupun yang dikunjungi merasa gembira. Pengalaman berikutnya adalah ketika mengunjungi simbah buyut yang sudah sepuh, juga memberikan kesadaran baru untuk memberikan perhatian dan kebahagiaan kepada para lansia melalui kunjungan yang dilakukan.
Perwakilan berikutnya adalah keluarga Bapak Tono dari Lingkungan Yustinus yang membagikan pengalamannya, karena kebetulan di tempat kerja juga menjadi koordinator kunjungan kepada para rekan yang sedang sakit. Ketika mengunjungi rekan yang sakit, ada penghiburan yang membuat si sakit menjadi sumringah. Dalam kunjungan kepada mereka yang sakit, pada intinya adalah memberikan doa dan semangat, sehingga mereka yang dikunjungi merasa diperhatikan, dan selanjutnya semakin bersyukur. Inilah yang kemudian memberikan daya untuk bangkit (the power to rise).
Sebagai narasumber utama dalam pertemuan rekoleksi yang keenam ini, Gus Minging selanjutnya ngonceki bagian-bagian dalam doa Tuhan Jadikanlah Aku Pembawa Damai. Dari kebencian menuju pembawa cinta kasih, dari penghinaan menuju pengampunan, dari perselisihan menuju kerukunan, dari kebimbangan menuju kepastian, dari kesesatan menuju kebenaran, dari kecemasan menuju harapn, dari kesedihan menuju sumber penghiburan, dan dari kegelapan menjadi terang. Dan kesimpulannya adalah, bahwa untuk bisa memaknai doa tersebut, perlu adanya sikap aktif dari diri kita untuk mengubah disposisi batin kita masing-masing. Dengan menghibur daripada dihibur, memahami daripada dipahami, dan mencintai daripada dicintai. Karena inti dari menjadi pembawa damai adalah berbuat kasih.
Sebagai refleksi biblis, juga dapat dilakukan merujuk pada beberapa kutipan dari Alkitab, antara lain sebagai berikut :
- Tentang berbuat kasih. Semakin banyak seseorang berbuat kasih, semakin banyak orang tersebut diampuni, begitu juga sebaliknya (Lukas 7 : 44 – 47).
- Tentang tanggung jawab cinta kasih. Bahwa orang yang hidup dalam Roh, tidak akan menuruti keinginan daging (Galatia 5 : 16).
- Tentang kasih kepada sesama yang sepadan dengan kasih kepada Tuhan (Matius 22:37-40)
- Tentang bagaimana kita mengevaluasi diri kita secara pribadi, dalam kaitannya dengan 10 perintah Allah (Keluaran 20 : 1 – 17).
- Manusia diberi akal budi untuk saling melengkapi, sehingga perbedaan yang ada tidak bisa dihindari, tetapi harus mampu dipahami (Kejadian 2 : 7 – 25).
- Buah-buah Roh (Galatia 5 : 22 – 23).
Dan pada kesempatan berikutnya, Gus Minging mengajak semua keluarga-keluarga yang hadir untuk melakukan pembicaraan yang mendalam (deep talk). Dalam pembicaraan tersebut diberikan kesempatan bagi setiap anggota keluarga untuk membagikan hal-hal apa saja yang ingin dimohonkan maaf kepada anggota keluarga yang lain. Juga diberikan kesempatan untuk mengungkapkan hal-hal yang menjadi harapan. Dan sebagai penutupnya adalah menyadari kembali buah-buah roh apa saja yang masih perlu ditumbuhkan. Dalam deep talk ini, meskipun waktunya tidak lama namun berhasil membuat beberapa pasangan menangis dalam sukacita. Dan pada akhirnya pertemuan ini ditutup dengan doa dan foto bersama.
Kesimpulan pertemuan keenam ini adalah “Hidup berkeluarga berarti menjalani semua peristiwa bersama-sama, di dalam kebersamaan dengan anggota keluarga yang lain dan Allah yang hadir di tengah keluarga, karena Kristus pun hadir di dunia melalui Keluarga”
Penulis : Alexander Arief R